PALEMBANG|DutaExpose.com-Unit 4 Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Sumsel mengungkap kasus asusila yang mengejutkan dan memilukan hati. Dua orang mahasiswi kembar asal Banyuasin menjadi korban tindak kekerasan seksual oleh ayah kandung mereka, SNS (43), selama lebih dari satu dekade. Kasus ini terungkap setelah tindakan keji tersebut berlangsung sejak kedua korban masih duduk di bangku kelas tiga SD, sekitar tahun 2012.
Pada konferensi pers yang digelar Jumat (9/8/2024), Wakil Direktur Ditreskrimum Polda Sumsel AKBP Indra Arya Yudha SIK menjelaskan bahwa penangkapan SNS terjadi pada pertengahan Mei 2024. Penangkapan ini berawal dari keributan di kost tempat tinggal korban di Palembang. SNS mendatangi kost tersebut diduga dengan niat untuk kembali melakukan tindak asusila terhadap kedua putrinya.
“Kasus ini mencuat ke publik setelah adanya keributan di tempat tinggal korban, di mana SNS diduga hendak melakukan aksi bejatnya lagi,” ujar AKBP Indra. “Tindakan asusila ini dilakukan sejak kedua korban masih SD dan sudah terjadi dalam jumlah yang tak terhitung banyaknya, disertai ancaman.”
AKBP Indra menambahkan bahwa SNS berdalih bahwa tindak asusila yang dilakukannya merupakan bentuk balasan atas biaya pendidikan yang diberikan kepada korban. SNS bahkan mengancam untuk menghentikan pembiayaan kuliah jika korban tidak memenuhi kehendaknya.
Selain ancaman verbal, polisi juga mengamankan sebilah parang yang digunakan oleh SNS untuk mengancam kedua korban. “Tersangka melakukan aksinya saat istrinya tidak berada di rumah,” kata AKBP Indra.
Selama 12 tahun tindak asusila berlangsung, tidak ada kehamilan yang terjadi pada korban, hal ini dikarenakan SNS memiliki cara khusus untuk mencegah kehamilan. Menurut AKBP Indra, SNS juga merupakan residivis kasus pelecehan seksual sebelum tindak asusila terhadap anak kembarnya.
Polda Sumsel kini memberikan dukungan psikologis kepada kedua korban untuk pemulihan trauma. Barang bukti berupa pakaian korban juga telah diamankan.
Tersangka SNS dikenakan pasal berlapis, yaitu UU nomor 23 tahun 2002 yang diubah dengan UU nomor 35 tahun 2014 dan UU nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 76 huruf d yang melarang kekerasan terhadap anak. SNS juga dijerat dengan UU TPKS nomor 13 tahun 2022 tentang perbuatan seksual dengan pemaksaan. SNS terancam hukuman penjara maksimal 20 tahun, ditambah sepertiga dari hukuman utama karena perbuatan ini dilakukan oleh orang tua atau wali.
Kasus ini menjadi perhatian serius dari pihak kepolisian dan masyarakat untuk menangani kekerasan seksual terhadap anak, serta memastikan keadilan bagi korban. (Anie)